Wujud cinta tanah air
Cinta tanah air.
Semua orang pasti pernah mendengar dan mengenal kalimat di atas.
Cinta pada tanah kelahiran atau tanah air adalah sesuatu yang wajar, itu pula yang dialami oleh Rasulullah Muhammad saw. Beliau dilahirkan dan dibesarkan di Makkah. Beliau tinggal di kota itu selama kurang lebih 53 tahun, sebelum akhirnya diperintahkan Allah bersama para Sahabatnya berhijrah ke Madinah. Tentang cintanya pada Makkah, Rasullah berkata,
“Demi Allah, sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi (negeri) yang paling baik dan paling dicintai di sisi Allah SWT. Seandainya aku tidak diusir darimu (Makkah), pasti aku tidak meniggalkanmu”. (diriwayatkan dari Ibnu Umar bin Adi bin Abil Humra, dikutip dri ‘Atiq bin Ghaits al-Biladi).
Jadi bagaimana cara kita mengekspresikan kecintaan itu?
Jika kita cinta tanah air kita, sudah pasti kita sedih begitu melihat pihak asing menguasai tanah air kita. Mulai dari emas dan uranium di freeport. Kecintaan kita pada tanah air tidak sebanding dengan para pahlawan yang berjuang mengusir penjajah, seperti Tjut Nyak Dien, Imam Bonjol, K.H Hasyim Asy’ari, dsb. Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk bersikap kritis dan menyuarakan kebenaran untuk menyadarkan bagi semua bahwa kita tidak sedang berdaulat maupun merdeka.
Jika kita memang benar-benar mencintai Indonesia, lantas apakah bisa kita biarkan saja paham sekularisme tetap bercokol di tanah air ini? Tentu saja jawabannya kita harus mengusirnya dan menolaknya. Paham ini dibawa oleh negeri penjajah dengan maksud untuk melemahkan negara terjajah. Mereka tahu bahwa agama mayoritas yang berada di Indonesia adalah Islam. Hanya sekularismelah yang mampu melawan militansi agama Islam. Christian Snouck Hurgronje, orientalis Belanda, lalu memberikan saran pada pemerintahan Belanda tentang bagaimana memperlakukan Islam dan umat Islam di Hindia Belanda. Intinya, biarkan Islam hanya ranah ibadah spiritual saja, seperti shalat, puasa, haji, zakat, dll. Namun, mereka harus dijauhkan dari ibadah sosial kemasyarakatan dalam bidang politik, ekonomi dan lainnya.
Sebagai orang Islam yang akan menjadi generasi bangsa ini, maka sudah sewajarnya bagi kita untuk mengamalkan ajaran Islam secara totalitas (kaffah), tidak bersifat pilih-pilih karena syariat yang berasal dari pencipta seluruh alam semesta inilah yang tahu kondisi alam semesta, apalagi untuk Indonesia.
Kenapa syariat Islam yang diamalkan secara kaffah
Karena syariat Islamlah yang mampu menjawab seluruh persoalan yang dihadapi ummat saat ini, seperti korupsi, kemiskinan, kerusakan moral, kriminalitas, eksploitasi SDA oleh investor asing, dsb. Dengan itulah akan terwujud kerahmatan Islam sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah SWT.
Maka dari itu, sungguh aneh bila ada yang mengatakan kampanye syariah Islam kaffah berpotensi akan memecah belah bangsa. Justru dari penerapan paham kapitalisme-sekularisme-liberalisme sesungguhnyalah yang memecah belah bangsa. Mengapa mereka tidak mengatakan sistem sekular itulah yang telah merusak bangsa dan negara ini?
Sumber : Komunitas Mahasiswa Cinta Negeri
Komentar
Posting Komentar