Rela Berkorban
"Mereka cinta kepada Allah dan Rasulullah sehingga tidak takut akan konsekuensi-konsekuensi yang akan dihadapi apabila sudah memantapkan diri untuk taat hanya kepada Allah"
Dua kata di atas seringkali kita dengar saat pidato upacara
maupun saat pelajaran pendidikan pancasila kewarganegaraan. Guru mata pelajaran
tersebut menjelaskan bahwa rela berkorban bisa dilakukan dengan cara mengorbankan
harta, tenaga, darah, otak, maupun nyawa sekalipun juga dikorbankan untuk
meraih kemerdekaan Indonesia. Rela berkorban merupakan hasil timbal balik atau
umpan balik dari suatu sebab, yaitu rasa cinta pada sesuatu.
Cinta? Ya, cinta yang membuat manusia cenderung ingin memperolehnya
dengan cara apapun. Bahkan mampu mengorbankan hal yang dimilikinya apabila
cinta itu sulit untuk didapat. Seperti kalimat di paragraf pertama tadi.
Nah, rasa cinta ini juga menghinggapi manusia-manusia tanpa
pandang bulu. Seperti halnya sahabat nabi Muhammad yang rela berkorban
segalanya demi mendapat cinta Allah, atau lebih tepatnya ridha Allah. Seperti halnya Bilal bin Rabah yang
disiksa dengan cara ditelentangkan di atas pasir saat siang hari, dan batu
besar menindih tubuhnya sehingga mengakibatkan Bilal sesak napas. Kemudian Abu
Dzar Al Ghifari yang terkenal tidak takut kepada kaum kafir Di Mekkah. Dengan
lantangnya beliau meneriakkan syahadat di Masjidil Haram di tengah lingkungan kaum
kuffar Mekkah. Selain itu juga ada kisah penderitaan Khabab bin Al Art yang
diseret di atas bara api yang menyala-nyala. Kulit punggungnya terkelupas, hingga
bara api itu padam akibat terkena serpihan lemak dan darah Khabab. Kenapa
mereka diam saja begitu disakiti seperti
itu? Bisa saja mereka melawan balik, atau lebih buruknya lagi mengikuti bujukan
kaum kafir untuk keluar dari agama Islam. Mereka cinta kepada Allah dan Rasulullah
sehingga tidak takut akan konsekuensi-konsekuensi yang akan dihadapi apabila
sudah memantapkan diri untuk taat hanya kepada Allah. Akhirnya ketaatan buah
hasil dari rasa cinta para sahabat kepada Allah menghasilkan tindakan rela
berkorban demi mendapatkan ridhaNya.
Sekarang kita bandingkan hasil perjuangan dan rasa rela
berkorban para sahabat dengan kita. Kita tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
para shabat nabi Muhammad. Terkadang kita masih enggan, lupa dan malas untuk
melaksanakan amalan sunnah Nabi Muhammad. Pantaskah kita berperilaku seperti
itu? Lantas, pantaskah kita mengaku-ngaku sebagai muslim yang cinta kepada Rasul,
tetapi kita berat untuk mrlaksanakan amalan sunnah nabi? Pantaskah kita mengganti
rasa cinta kepada selain dari Allah swt?
Marilah
kita tanamkan kembali rasa cinta kita kepada Allah swt dan nabi Muhammad dengan
cara menggapai ridhaNya. Caranya adalah dengan mengorbankan waktu luang.
Gunakanlah waktu luangmu untuk mengerjakan amalan-amalam sunnah, mengikuti
kajian Islam, dan jadikanlah sosok para sahabat nabi Muhammad sebagai role
model kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. ![]() |
Rela Berkorban untuk Mendapatkan Ridha Allah Swt. |
Komentar
Posting Komentar