Ironi di balik KTT-G20
Pada tanggal 28-29 Juni 2019 lalu, diadakanlah KTT G-20 di Osaka,
Jepang. Konferensi tersebut membahas tentang perdagangan, ketegangan
geopolitik dan menghadapi tantangan
ekonomi global (Liputan6). Dengan bangga, Indonesia menawarkan sebuah ide untuk
menghadapi problem ekonomi global yaitu dengan program IDEA (Inclusive Digital
Economy Accelerator), (kompas.com). Pelaksanaan IDEA HUB dapat dilakukan dengan
tiga area model bisnis, yaitu ekonomi berbagi, digitalisasi tenaga kerja dan
inklusi keuangan. Harapannya, Indonesia dapat mengurangi kesenjangan ekonomi
yang kini sedang dialami oleh rakyatnya.
![]() |
https://gdb.voanews.com/3284F2DE-EDA5-4735-AEC6-8356A7B6BCDC_cx3_cy3_cw94_w1023_r1_s.jpg |
Sejatinya, KTT G-20 merupakan perkumpulan para pemimpin negara yang
diakibatkan oeh suatu peristiwa besar, yaitu terjadinya krisis keuangan 1998
dan pendapat dari forum G-7 tentang pentingnya mengikutsertakan kekuatan
ekonomi dari negara lain agar keputusan-keputusan yang dibuat oleh forum G-7
berpengaruh lebih besar. Selain dari terjadinya krisis keuangan pada tahun
1998, terjadi pula krisis keuangan yang melibatkan AS dan Eropa, yaitu
bangkrutnya perusahaan keuangan raksasa Lehman Brothers dan asuransi AIG.
Bangkrutnya dua perusahaan ini memukul para kapitalis AS dan Eropa karena
menurunnya nilai saham yang mereka tanamkan pada dua perusahaan raksasa
tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut,
maka mereka membuat strategi baru yang sesuai dengan zaman R.I. 4.0 untuk
meneruskan aliran perekonomian mereka yang sempat macet dan mundur, yaitu
dengan mencari konsumen baru dari negara berkembang yang memiliki banyak
penduduk, salah satunya adalah Indonesia.
Ironisnya, Indonesia bersikap terbuka dan tidak melindungi
rakyatnya dari terkaman para kapitalis, yaitu dengan memberi ide IDEA
(Inclusive Digital Economy Accelerator), yaitu ide untuk mengakurasi dan
mengelola dari berbagai pengalaman model bisnis digital para unicorn anggota
G-20 (kompas.com). Pelaksanaan IDEA tidak bisa dipisahkan dari internet, padahal
masih ditemukan masalah jaringan di daerah – dareah yang tidak dapat dijangkau
dengan internet. Salah satu dari model pelaksanaan IDEA adalah digitalisasi
tenaga kerja. Digitalisasi tenaga kerja yaitu merobotisasi beberapa pekerjaan
kasar yang dulunya dikerjakan oleh manusia yang bisa diganti dengan robot,
misalnya tugas input data digantikan dengan AI dan machine learning specialist,
peralatan serta pekerja pabrik akan diganti dengan analis data specialist. Jadi,
semua pekerjaan tangan manusia bakal diganti dengan robot sehingga pekerjaan
manusia dikerjakan oleh robot sehingga manusia menjadi pengangguran. Hal ini
diperkuat dengan hasil perkiraan dari kemristekdikti bahwa 75 juta hingga 375
juta pekerjaan akan hilang (sindonews.com). Jika memang digitalisasi tenaga
kerja mampu menumbuhkan ekonomi secara berkelanjutan, lantas bagaimana cara
mereka untuk mengatasi akan hilangnya beberapa lapangan pekerjaan?
Lalu terkait dengan ide tentang inklusi keuangan, penguasa melihat
seberapa banyak jumlah orang yang menjadi nasabah atau pengguna jasa keuangan. Semakin banyak yang menjadi
nasabah atau pengguna jasa keuangan, maka semakin lancar pula bisnis digital
para kapitalis. Karena mereka menggunakan fasilitas yang disediakan oleh jasa
keuangan yang mana seluruh data keuangan dan kebijakannya diatur sepenuhnya
oleh mereka. Selain itu, mereka (nasabah) juga hanya menjadi konsumen yang
disetting secara otomatis untuk membeli dan menggunakan fasilitas dan
produk-produk mereka.
Yang terakhir adalah ekonomi berbagi. Konsep ekonomi berbagi
terlihat bagus, yaitu berbagi diantara sesama orang yang dikenal atau orang
yang berada dalam jaringan. Ekonomi ini memaksimalkan barang yang tidak
terpakai menjadi berharga jual. Konsep ini diterapkan oleh perusahaan Go-Jek,
Grab, Uber dan sejenisnya. Dilihat dari manapun terlihat wajar dan mungkin akan
menambah lapangan pekerjaan. Tetapi dilihat dari sisi sebaliknya, ekonomi
berbagi ini sangat kejam, yaitu memperoleh keuntungan terus menerus dari
benda-benda milik pemilik. Jadi, perusahaan yang bergerak dalam ekonomi berbagi
ini hanya diam saja dan memperoleh beberapa keuntungan, pertama, yaitu tidak
perlu membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk memberi jasa kepada konsumen,
kedua, tidak memikirkan buruh karena memang tidak memiliki buruh kerja karena
sifat dari perusahaan ekonomi berbagi ini adalah sebagai broker. Ketiga, tidak
perlu lagi memikirkan gaji buruh dan asuransi kesehatan buruh.
Ketiga model bisnis IDEA tersebut menjadi strategi penguasa yang
menganut ideologi kapitalis dan negara adidaya kapitalis untuk menguasai
perekonomian Indonesia. Para rakyat hanya menjadi budak yang menggerakkan roda
perekonomian bagi pemodal besar. Forum besar seperti G-20 tersebut hanya
menarik Indonesia pada cengkeraman kapitalisme dan tidak akan bisa memajukan
ekonomi secara berkelanjutan. Jika ingin ekonomi membaik, maka tinggalkanlah
sistem ekonomi kapitalis tersebut, dan terapkan ekonomi syariat Islam. Karena
hanya dengan syariat Islam lah dapat menjaga dan merawat ummat. Akan tetapi
ekonomi yang benar – benar sesuai dengan syariat Islam tidak bisa diterapkan
tanpa adanya Khilafah. Karena yang mampu menghadapi kejahatan para kapitalis
yang telah tersistemisasi secara global tersebut hanya dengan peradaban yang
besar dan dari satu kesatuan, yaitu Khilafah. Hingga saat ini, khilafah masih
belum ditegakkan kembali, maka mari kita berjuang untuk menegakkannya bersama,
dan mengajak ummat untuk ikut berjuang bersama – sama.
Komentar
Posting Komentar